Demokrasi Milli Vanilli

Akhir dekade 80-an duo penyanyi Milli Vanilli mencapai sukses besar. Bahkan, pada 1990 mereka mendapat penghargaan tertinggi di dunia musik: grammy award. Ketenaran dua pemuda asal Jerman ini menjadi salah satu fenomena di akhir tahun 80-an. Saya termasuk penggemar musik Milli Vanilli. Meski ketika itu masih usia anak-anak, bagi saya musik mereka sangat asyik.

Sungguh sebuah petaka, di tahun yang sama saat mereka menerima grammy award, Milli Vanilli tersangkut skandal lipsync. Sebuah penipuan publik besar-besaran. Ternyata, selama ini mereka cuma modal tampang dan kemampuan lenggak-lenggok break dance saja. Sedangkan modal dasar penyanyi, yakni suara, mereka palsukan dengan suara orang lain.

Bagi penggemar Milli Vanilli, kejadian itu sungguh menohok hati. Sang pujaan ternyata menipu. Terlepas dari karya mereka memang bagus, tapi Milli Vanilli meraih sukses dengan kepalsuan. Ini adalah pelanggaran atas kepercayaan publik.

Akhir-akhir ini saya melihat demokrasi di negeri kita kok mirip seperti Milli Vanilli ya? banyak kepalsuan. Kalau benar tuduhan Ketua MK, Mahfud MD, bahwa Andi Nurpati pernah mencurangi hasil pemilu ketika masih di KPU. Ada yang meraih sukses dengan mencurangi, itu lah demokrasi Milli Vanilli.

Masih ingat menjelang pemilu berlangsung? Seluruh ruang publik dibanjiri spanduk “jual diri” calon wakil rakyat. Mereka bernyanyi dengan syair yang sama, “berjuang demi rakyat”. Saat berhasil menduduki kursi hangat DPR/DPRD mereka mendadak amnesia dengan kata “demi rakyat”. Berjuang sih masih. Tapi berjuang untuk diri sendiri dan untuk pesanan partai tempat ia bernaung.

Beragam kisah memalukan akhir-akhir ini menjadi bukti bahwa mereka juga memalsukan kepercayaan rakyat. Demokrasi Milli Vanilli sedang dipertontonkan. Kita tahu mereka sedang lipsync. Terima gaji dan tunjangan yang aduhai, selain itu banyak objekan jadi pemalak anggaran. “Demi rakyat” cukup jadi slogan di atas kertas saja, memalsukan motif sesungguhnya.

Milli Vanilli terpuruk karena ketahuan menipu dengan lipsync-nya. Beberapa bulan setelah mendapat grammy award, mereka menyatakan mundur dari industri musik. Mereka mengaku tak mau lagi hidup bergelimang kesuksesan namun berdiri di alas kebohongan. Duo asal Jerman yang hijrah ke Amerika dan mendadak tenar ini pun dipecat dari labelnya.

Meski berbohong, satu pelajaran berharga dari Milli Vanilli: bersedia mengaku dan mundur. Tapi, lain ceritanya dengan demokrasi Milli Vanilli yang kita budayakan di Indonesia. Huh…. ini negeri kami bangun dengan motto maju tak gentar bung! Mundur tak masuk dalam kamus politik kita. Belum balik modal sih…

sumber foto: wikipedia