ITB Ultra Marathon (ITB UM) 2022 akhirnya berlangsung juga 10 – 12 Maret 2023 lalu, setelah sempat diundur menyusul gempa Cianjur. Makanya namanya masih ITB UM 2022, meski baru terlaksana di 2023. ITB UM memang perhelatan unik yang banyak dinanti alumni ITB. Malahan pelari profesional dari kategori umum juga banyak yang mengincar event tahunan ini.
Banyak agenda dalam satu acara, begitu pengamatan saya pada ITB UM selama ini. Ada yang memanfaatkannya untuk reuni, ada yang benar-benar menyiapkan diri dan tim untuk meraih podium, ada yang sekedar ikut aura kehebohan ITB UM. Para pelari seru-seruan menaklukkan rute melelahkan dari Jakarta ke Bandung secara bergantian, malah ada juga yang berjuang sendiri. Sungguh hebat kapasitas fisik peserta yang berani menyambut tantangan ITB UM.
Sejauh ini, ITB UM berhasil jadi wadah kohesi sosial alumni ITB. Susah loh mengumpulkan teman-teman alumni yang lama tak bersua. Kalaupun bisa, umumnya lu lagi-lu lagi. ITB UM bisa menjadi magnet untuk memanggil kembali teman-teman lama dengan cara yang unik, yaitu “menyiksa diri” dengan berlari. Persiapan menuju ITB UM membuat pertemuan dengan teman lama semakin punya bumbu. Saya sungguh menaruh appresiasi atas ITB UM yang telah berhasil jadi wadah bersilaturahim, menyediakan ruang euforia, dan sarana seru dalam satu event race.
Saya melihat banyak sekali perkembangan dan perbaikan signifikan di ITB UM 2022 dibandingkan ITB UM 2019 dengan rute yang sama, yaitu Jakarta-Bandung. Sistem pencatatan bekerja baik, jauh lebih baik dari sebelumnya. Yang paling terasa adalah garis finish dan segala kesiapannya sungguh perkembangan yang menggembirakan.
Maka, pantas sudah kita menyematkan kalung ucapan selamat bagi penyelenggara yang telah berhasil melaksanakan ITB UM 2022 kali ini dengan perbaikan yang signifikan. Lebih dari 3.000 pelari dengan segala keseruannya ikut serta. Banyak yang sudah tak sabar menanti kapan ITB UM berikutnya akan digelar, padahal puncak acara ITB UM 2022 belum genap seminggu berlalu. Capek tapi bikin nagih.
Hanya saja saya harus menyematkan “TAPI” untuk ITB UM ini.
“Hm… kenapa harus pakai tapi sih?”
“Bisa tidak cukup kasih apresiasi saja tanpa kata tapi?”
Bisa saja dan itu mudah. Tapi jangan lupa, mendukung tak harus mendorong dari belakang atau memberi sorak-sorai gembira dari pinggir lapangan. Memberitahu ada lubang di depan agar tak celaka juga bagian dari mendukung. Jadi, tolong kata TAPI di tulisan ini dimaknai bagian dari yang terakhir itu.
Mari kita elaborasi “TAPI” saya untuk ITB UM.
Saya pernah ikut ITB UM 2019. Berlari untuk dua tim sehingga punya waktu lebih dari seharian untuk mengamati apa yang terjadi. Saat itu saya berpikir event ini sesungguhnya sangat berisiko. Saat itu, saya melihat ada pelari yang pingsan kelelahan. Saya juga melihat ada tim support yang terkapar di warung pinggir jalan karena over work mengawal dari Jakarta sampai Bandung lebih dari 24 jam. Saat berlari, saya melihat sendiri ada pula pelari yang jatuh dari bahu jalan dan terkilir karena saat asyik berlari ia mendapat kejutan klakson dari truk yang melintas dengan kecepatan tinggi. Ditambah lagi ada info beredar tentang pelari yang diserempet kendaraan hingga terluka.
Pengalaman itu segera terlupakan selepas ITB UM 2019 tuntas. Secara keseluruhan, acara ITB UM saat itu berlangsung baik.
Nah…, di ITB UM 2022 saya kebagian tugas untuk merencanakan dan mengordinasikan tim support angkatan (ITB 2K runners – Duracel). Duracel mengutus 6 tim dengan total 80 pelari. Saya “membongkar” kembali ingatan dari pengalaman ITB UM 2019 untuk menyelesaikan amanah tersebut. Mereka-reka ulang apa saja yang harus disiapkan agar para pelari berhasil menyelesaikan misinya.
Dari pengalaman tersebut kami mendaftar semua kemungkinan risiko yang bisa terjadi. Saya tertegun dengan daftar tersebut. Profil risiko yang mungkin muncul mulai dari rendah hingga tinggi. Bahkan, saya bisa bilang ITB UM adalah event berbahaya karena mengandung beberapa risiko tinggi.
Loh kok bisa gegabah begitu memberi label? ITB UM kan sudah dirancang sebagaimana event ultra marathon pada umumnya. Apa yang salah dengan itu?
Saya bisa sepakat bahwa ITB UM telah dirancang sebagaimana manajemen ultra marathon yang ada, yang rata-rata adalah self support. Kalau event hanya 5 km, boleh lah panitia menyediakan berbagai sarana pendukung. Untuk 180 km? Sebesar apa sumber daya yang harus disiapkan? Sepakat sampai di sini.
Tapi, saya tidak bisa sepakat begitu saja karena target pasar ITB UM bukanlah pelari-pelari yang biasa berlari ultra. Mayoritas segmen pasar ITB UM adalah alumni ITB dengan spektrum yang sangat luas. Ada sih yang memang pelari profesional dan terbiasa berlari ultra. Tapi…, kebanyakan kan justru alumni yang memanfaatkan keseruan acara saja. Ada yang belum pernah berlari hingga 10 km sampai yang sudah pernah berlari ratusan kilometer. Ada yang masih baru lulus hingga pelari yang merupakan kakek/nenek pelari yang baru lulus tadi. Dengan situasi segmen pelari seperti itu, ITB UM menurut saya terlalu gegabah disamakan dengan event ultra pada umumnya.
Berlari di lalu lintas terbuka dengan segala dinamikanya, di jam-jam yang tak lazim bagi pelari kebanyakan, dan penyelenggara melepaskan tanggung jawab support & kemanan kepada tim masing-masing. Ditambah ada profil risiko kategori tinggi tadi. Itu sebabnya menurut hemat saya, event ini berisiko tinggi sekali. Pengalaman beberapa kali ITB UM sebelumnya yang berlangsung cukup lancar tidak bisa jadi pembenaran ITB UM akan aman-aman saja. Terbukti, di ITB UM 2022 sebagian besar risiko yang pernah kami profil tadi benaran terjadi. Saya tak perlu sebutkan di sini apa saja yang terjadi. Teman-teman yang mengikuti perhelatan ITB UM 2022 sedikit banyak sudah mendengar atau malah melihat apa saja kejadian yang membuat kita harus berucap prihatin.
Saat merancang strategi support 6 tim Duracel, kami menjadikan pengalaman support di ITB UM 2019 dan profil risiko baru disusun tersebut sebagai dasar. Saya sempat merasa “ngeri” dengan kemungkinan yang bisa menimpa anggota tim pelari kami. Dengan sumber daya yang terbatas, saya harus mengubah strategi support dan memprioritaskan keamanan/keselamatan daripada kenyamanan pelari. Kemudian, kami memberlakukan SOP ketat untuk semua pelari, harus begini-begitu, tidak boleh ini-itu. Lebih ribet dari sebelumnya, tapi semuanya untuk mengelola risiko yang mungkin terjadi.
Kami beruntung mendapat tim support yang mudah beradaptasi dengan strategi dan koordinasi lapangan yang tok-cer. Keberuntungan berikutnya adalah, seluruh tim berhasil finish dengan hanya terkena risiko-risiko kategori rendah seperti kram, kepanasan, dan kehujanan. Cingcai-lah kalau cuma itu saja.
Dulu sekali, sewaktu mahasiswa saya pernah melaporkan sebuah kegiatan kepada guru besar yang saat ini aktif sebagai anggota senat akademik ITB. Selesai melaporkan, saya langsung terkena damprat karena menurut penilaian beliau kegiatan itu punya risiko yaitu sampai membuat peserta cedera.
“Kamu pernah berpikir tidak, kalau ada peserta yang cedera, maka nama institusi akan terbawa. Yang repot semua orang, bukan hanya panitia!,” sang guru besar terlihat sedikit murka. Padahal acara berlangsung baik dan lancar, harusnya beliau bahagia tak perlu khawatir lagi.
ITB UM memang bukan event yang dipelopori dan dilaksanakan resmi oleh ITB sebagai institusi pendidikan. ITB hanya mengizinkan penyelenggara menggunakan nama tersebut. Tapi dengan melekatnya nama ITB di dalam kegiatan ITB UM, semua alumni mudah jatuh cinta. Lantas, nama ITB begitu melekat pada event ITB UM dan dengan profil risiko begitu tinggi, tidak kah ITB terganggu dengan kekhawatiran yang sama? Atau jangan-jangan selama ini, ITB UM dipandang sebagai kegiatan tak punya risiko tinggi? Tidak kah pelari yang dibegal dan dilukai di rute lari salah satu bentuk risiko tinggi? Kebanyakan nanya nih, maaf saya jadi menyebalkan.
Saya jadi berandai-andai, jika diberi kuasa untuk mengumpulkan penyelenggara dengan guru besar ITB tadi dalam satu ruangan. Saya akan berujar kepada beliau, “harap berkenan Prof., wejangan yang dulu mohon diulang kembali. Waktu dan tempat dipersilakan….”[]